Donderdag 23 Mei 2013

Analisis Roman "Sengsara Membawa Nikmat"



 IDENTITAS ROMAN
Judul                     : Sengsara Membawa Nikmat
Pengarang             : Tulis Sutan Sati
Penerbit                 : Balai Pustaka
Cetakan                 : 1929
Tebal Buku            : 192 Halaman

A.       UNSUR – UNSUR
        Unsur Intrinsik
a.      Tema
Perjuangan,
            Dilihat dari judul roman “Sengsara Membawa Nikmat” sudah terlihat bahwa tema yang terkandung dalam roman tersebut adalah Perjuangan seorang tokoh bernama Midun yang berasal dari keluarga sederhana di kampung Minangkabau untuk merubah nasibnya yang penuh dengan kesengsaraan, hingga akhirnya sebuah kenikmatan didapatkannya.
b.      Karakter dan Penokohan
·         Midun : Tokoh Protagonis; disukai orang banyak, budi pekertinya baik, santun, gagah berani, alim, penyayang.
Seperti yang tercantum dalam kutipan (Memang Midun seorang muda yang sangat digemari orang di kampungnya. Budi pekertinya amat baik, tertib sopan santun kepada siapa jua pun. Tertawanya manis, sedap didengar; tutur katanya lemah lembut. Ia gagah berani lagi baik hati, penyayang dan pengasih….. SMN, 2010: 4).
·         Kacak : Tokoh Antagonis; Tinggi hati, sombong, busuk hati, tidak disukai orang, dan suka berkata kasar kepada orang.
Seperti yang tercantum dalam kutipan (…..karena bersesuaian dengan tingkah lakunya. Ia tinggi hati, sombong, dan congkak. Matanya juling, kemerah-merahan warnanya. Alisnya terjorok ke muka, hidungnya panjang dan bungkuk. Hal ini sudah menyatakan, bahwa ia seorang yang busuk hati. Di kampung ia sangat dibenci orang, karena sangat angkuhnya….. SMN, 2010: 5)
·         Halimah : Cantik, budi pekertinya baik, sederhana, dan manis dipandang mata.
Seperti yang tercantum dalam kutipan (…..”Sungguh cantik gadis ini, tidak ada cacat celanya. Hati siapa yang tidak gila, iman yang takkan bergoyang memandang yang seelok ini. Tingkah lakunya pun bersamaan pula dengan rupannya. Kulitnya kuning langsat, perawakannya sederhana”….. SMN, 2010: 144)
·         Pak Midun : Berbudi pekerti baik, arif
Seperti yang tercantum dalam kutipan (…..karena pak Midun seorang yang tahu dan arif, tiadalah ditinggalkannya syarat-syarat aturan berguru…. SMN, 2010: 16), Penyayang kepada anak-anaknya, seperti yang tercantu dalam kutipan (….Demikianlah hal pak Midun habis hari berganti pecan, habis pecan berganti bulan. Ia selalu bercintakan Midun, sedikit pun tidak hendak luput dari pikirannya… SMN, 2010: 167).
·         Haji Abbas : budi pekertinya baik, berilmu, dan seorang ulama besar.
Seperti yang tercantum dalam kutipan (….. Haji Abbas adalah seorang ulama besar. Memang menjadi sifat pada haji Abbas, jika menuntut sesuatu ilmu berpantang patah di tengah. …….Haji Abbas adalah seorang tua, yang lubuk akal gudang bicara, laut pikiran tambunan budi, maka ia pun dimalui dan ditakuti orang di kampung. SMN, 2010: 18).
·         Tokoh Tambahan : Maun, Kadirun, Ibu Juriah, Juriah, Kemenakan tuanku Laras, Pendekar Sutan, Pak Inuh, Lenggang, Jenang, Sapir, dll.


c.       Setting/Latar
·         Tempat      : Cerita berlangsung di Minangkabau, Bukitinggi, Padang, Tanah Jawa. Seperti yang tercantum dalam kutipan sebagai berikut 
o   (….. Sesudah makan-minum, maka diketengahkannyalah oleh Pak Midun syarat-syarat berguru ilmu silat, sebagaimana yang sudah dilazimkan orang di Minangkabau. SMN, 2010: 16).
o   Bukittinggi, seperti yang tercantum dalam kutipan (Sebulan lagi ada pacuan kuda dan pasar malam di Bukittinggi. SMN, 2010: 59. 
o   Padang, seperti yang tercantum dalam kutipan (Setlah Midun keluar dari kantor Landraad, diceritakannyalah kepada ketiga bapaknya, bahwa Ia dihukum ke Padang lamanya empat bulan. SMN, 2010: 81). 
o   Tanah Jawa-Bogor seperti yang tercantum dalam kutipan (…Sudah padat hatinya hendak mengantarkan Halimah ke Bogor. SMN, 2010: 122).
·         Waktu       : Waktu Asar,
Seperti yang tercantum dalam kutipan (Waktu asar sudah tiba. SMN, 2010: 1) Hari ahad pagi-pagi, seperti yang tercantum dalam kutipan (Hari ahad pagi-pagi, Midun sudah memikul tongkat pengirik padi ke sawah. SMN, 2010: 27) Malam hari, seperti yang tercantum dalam kutipan (Sekali peristiwa pada suatu petang Midun pergi ke sungai hendak mandi. SMN, 2010: 43.
·         Suasana     :
o   Tegang, Takut, Seperti yang tercantum dalam kutipan (Amboi, bunyi yang kami takutkan itu, kiranya “Cempedak hutan” yang baru jatuh…., mereka itu berjeritan dan bersiap hendak lari, tetapi kaki mereka itu tak dapat lagi diangkatnya, sebab sudah kaku karena ketakutan. SMN, 2010: 11).
o   Sedih, seperti yang tercantum dalam kutipan (….Permintaan itu dikabulkan oleh mereka itu. Pak Midun berkatabdengan air mata berlinang-linang, katanya, “baik-baik engkau di negeri orang, Midun! SMN, 2010: 81).
o   Bahagia, seperti yang tercantum dalam kutipan (Mendengar perkataan itu hampir tidak dapat Midun menjawab, karena sangat girang hatinya mendengar kabar itu. SMN, 2010: 117).
d.      Alur/Plot
            Alur yang terdapat dalam roman “Sengsara Membawa Nikmat” menggunakan alur maju.
Adapun bagian-bagian alur yaitu sebagai berikut:
·         Pengenalan situasi : Seorang muda bernama Midun dalam menjalani hidupnya penuh dengan cobaan hidup yang bertubi-tubi. Midun adalah muda yang dibanggakan oleh keluarganya dan warga-warga di kampung karena tabiatnya yang baik, santun, dan alim. Namun, ada seorang pemuda yang sangat sombong dan membencinya, ia bernama Kacak.
·         Pengungkapan Peristiwa : Kebencian Kacak terhadap Midun semenjak berdua belas di masjid karena orang kampung meletakkan hidangan yang betimbun-timbun di hadapan Midun dan Maun. Sedangkan kepada Kacak hanya seberapa, tak cukup sepertiga dari hidangan yang diletakkan dihadapan Midun. Kacak mencoba menjerumuskan Midun ke penjara dengan segala cara yang dihalalkannya. Seperti pada saat permainan sepak raga di Pasar, karena Kacak tersungkur/terjatuh pada saat permainan itu. Hal tersebut membuat Kacak malu dan amat marah kepada Midun. Hingga akhirnya mereka berkelahi dan membuat Midun dihukum oleh tuanku Laras selama beberapa hari.
·         Menuju Adanya Konflik : Kebencian Kacak kepada Midun tidak pernah usai. Kacak kembali lagi menyusun rencana untuk Midun agar Midun dihukum lebih berat dan lenyap dari kampung. Di Pasar malam terjadi perkelahian besar antara anak buah Kacak dengn Midun. Kacak mencoba untuk mencelakakan Midun, dengan memfitnahnya. Pada akhirnya, Midun dipenjara di Padang selama 4 bulan.
·         Puncak Konflik : Pertemuan Midun dengan Halimah di taman, pada waktu hari terakhir Midun melakukan kegiatan kerja bakti di Penjara. Setelah Midun bebas, Midun menyelamatkan Halimah agar terbebas dari ayah tirinya yang ingin menikahinya. Mereka pergi ke tanah Jawa, tepatnya di Bogor, di rumah ayah kandung Halimah. Disana Midun bekerja keras dan mencari pekerjaan. Awalnya Midun mengikuti saudagar kaya yang menjual kain, Midun ikut bekerja denganya. Namun, Midun tertipu oleh saudagar tersebut, hingga akhirnya Midun difitnah oleh saudagar tersebut dan Midun dimasukkan penjara.
·         Penyelesaian : Setelah Midun bebas dari penjara, Midun mendapatkan pekerjaan yang layak yaitu sebagai menteri polisi di Tanjung Priok karena kebaikannya. Midun menikah dengan Halimah dan memiliki anak laki-laki. Pada akhirnya, Midun kembali ke kampungnya dan hidp bahagia bersama keluarganya. Di kampung, Midun diangkat sebagai penghulu, bergelar Datuk Paduka Raja. Kacak pun di penjara karena menggelapkan uang belasting.
e.       Sudut Pandang
Sudut pandang pengarang dalam roman “Sengsara Membawa Nikmat” menggunakan sudut pandang pengarang sebagai orang ketiga serba tahu yaitu dengan menggunakan kata “Dia, Ia dan Nama Orang”, misalnya Midun, Maun, Pak Midun, Halimah, dll. Seperti dalam kutipan (Memang Midun seorang muda yang sangat digemari orang di kampungnya. SMN, 2010: 4), (Ia tinggi hati, sombong, dan congkak….  Adat sopan santun sedikit pun tak ada pada Kacak. SMN, 2010: 5).
f.       Gaya Bahasa
            Pengarang dalam mengungkapkan gagasannya menggunakan gaya bahasa yang indah namun sederhana, dan ada beberapa gagasan yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah Minangkabau dan beberapa kalimat yang bermajas serta peribahasa. Walaupun pengarang menggunakan bahasa asing, namun terdapat makna dari kata asing tersebut. Seperti dalam kutipan sebagai berikut;
·         Dengan menggunakan kata asing/bahasa lain (…. Dengan tidak menanti anak raga SMN, 2010: 7) artinya menyepak raga yang menyambug sesudah jatuh. (…Ia telah menjadi guru tua. SMN, 2010: 3) artinya pembantu.
·         Dengan mengunakan bahasa Minangkabau (Amboi, bunyi yang kami takutkan itu, kiranya “Cempedak hutan” yang baru jatuh…., SMN, 2010: 11). (…. Sehari-harian itu Midun bekerja paksa. Tak sedikit jua ia berhenti melepaskan lelah….. seakan-akan orang ia kerja paksa seharian itu. SMN, 2010: 97).
·         Gagasan yang bermajas. Majas Hiperbola (….Bertimbun-timbun, hingga hampir sama dengan duduk kita. SMN, 2010: 3), Majas Metafora ( karena itu, tua muda, kecil besar di kampung. SMN, 2010: 4), Majas Personifikasi (Sudah hampir terbenam matahari gila membual juga. SMN, 2010: 6).
·         Peribahasa ( belajar sampai ke pulau, berjalan sampai ke batas. SMN, 2010: 17), Ilmu padi kian berisi, kian merunduk. SMN, 2010: 23).
g.      Pesan/Amanat
            Pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang terlihat jelas dari judul roman tersebut yaitu “Sengsara Membawa Nikmat”,. Bahwa, dalam mengarungi sebuah kehidupan ada kalanya kita hidup  tidak lepas dari ujian, cobaan dari Allah SWT. Sebaiknya, ketika kita mendapatkan ujian atau cobaan kehidupan, kita harus bersabar dan menerimanya dengan ikhlas, karena nikmat kehidupan pasti akan kita dapatkan nantinya. Dan, janganlah kita menjadi orang yang sombong, angkuh dan suka berkuasa. Karena, kita pasti akan dibenci dan dijauhi orang. Berlatihlah hidup sabar dan menerima apa adanya, serta berjuanglah dan bekerja keras untuk mencapai kenikmatan hidup. Hingga akhirnya, kita dijauhkan dari kesengaraan hidup.

B.        Pendekatan
a.         Pendekatan Analitis
Dalam roman “Sengsara Membawa Nikmat”, terdapat beberapa unsur seperti unsur bentuk dan isi, juga unsur fakta, sarana cerita, dan tema cerita (Stanto 1965).
 Unsur fakta dalam novel ini meliputi alur, tokoh dan latar. Alur ceritanya terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap awal saat pengarang memperkenalkan tokoh Midun sebagai utama, tokoh protagonis sedangkan Kacak sebagai tokoh antagonis dan kondisi lingkungan pada masa itu. Tahap kedua adalah pada saat Midun mulai diusik ketenangnnya oleh Kacak hingga mengakibatkan dia dipenjara di Padang dan dari sanalah Midun akan bertemu dengan Halimah. Halimah adalah gadis yang diselamatkan Midun. Tahap akhir adalah peleraian, saat dimana Midun akhirnya dapat hidup tenang dengan istrinya yaitu halimah dan seorang anaknya. Ia juga memperoleh pekerjaan yang baiik dari hasil jerih payahnya.
Dalam roman ini, terdapat banyak tokoh yang dibuat pengarang dengan berbagai karakter. Midun adalah tokoh utama, ia digambarkan sebagai seorang yang gagah, tampan, berperilaku baik dan sopan. Seperti dalam kutipan,(Midun ialah seorang muda yang baru berumur lebih kurang dari 20 tahun. Ia telah menjadi guru tua di surau. Pakaiannya yang bersih dan badannya ynag kuat, bagus, dan sehat. SMN, 2010: 3), sedangkan Kacak adalah tokoh antagonis yang benci kepada Midun. Ia digambarkan sebagai seorang yang angkuh dan sombong, kaya, berwatak buruk serta dibenci oleh masyarakat di kampungnya. Seperti yang tercantum dalam kutipan, (…Sudah padan benar nama itu dilekatkan kepadanya, karena bersesuaian dengan tingkah lakunya. Ia tinggi hati, sombong, dan congkak. Matanya juling, kemerah-merahan warnanya. Alisnya terjorok kemuka, hidungnya panjang dan bungkuk. Hal itu sudah menyatakan, bahwa ia seorang yang busuk hati. Di kampung itu ia sangat dibenci orang, karena sangat angkuhnya. Perkataanya kasar, selalu menyakitkan hati. Adapt sopan santun sedikit tak ada pada Kacak. SMN, 2010: 5).
Selain itu ada tokoh-tokoh lain seperti keluarga Midun di Minangkabau, pak Midun, ibu Juriah, maun, Kadirun, dan teman-teman Midun di Kampung, Haji Abbas, pendekar sutan, istri Kacak, tuanku Laras, Lenggang, Turigi dan teman-teman Midun di Penjara Padang, Halimah.
b.      Pendekatan Historis
Tulis Sutan Sati lahir pada tahun 1898. Dia hidup pada zaman penjajahan Jepang dan Belanda. Pada tahun 1928, pengarang melahirkan sebuah novel yang berjudul“sengsara Membawa Nikmat”. Dari novel terssebut pengarang melukiskan/menggambarkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada saat dijajah Jepang dan Belanda tidak jauh berbeda. Ternyata kehidupan masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu penuh dengan penderitaan. Masyarakat yang mendapat hukuman karena kesalahan yang tidak tentu dilakukan oleh masyarakat tersebut, dipaksa bekerja keras, kerja paksa (Rodi). Seperti dalam kutipan (…..mengirik ke sawah istri Kacak itu, adalah pada pikirannya sebagai menjalankan kerja rodi… SMN, 2010: 29). (…. Sehari-hari itu Midun bekerja paksa. Tak sedikit jua ia dapat berhenti melepaskan lelah.. SMN, 2010: 97. (….seakan-akan orang ia kerja paksa seharian itu. SMN, 2010: 97).Selain itu pengarang ingin menunjukkan bahwa nasib seseorang bisa berubah, jika seseorang gtersebut berusaha, sabar dan berdoa, walaupun seseorang tersebut dari kalangan bawah, yang tidak berpendidikan dan berasal dari kalangan yang tidak mampu. Seseorang tersebut dapat berpeluang menjadi orang yang sukses diemudian hari asal seseorang tersebut mau bekerj keras dan berusaha mengubah nasib hidupnya. Seperti dalam kutipan (…saya sudah berjanji dengan diri saya, dikalau saya lepas dari hukuman, akan tinggal mencari penghidupan di Padang. Kalau tak dapat di Padang, dimanapun jua, asal dapat mencari rizki untuk sesuap pagi dan sesuap petang… SMN, 2010: 127).



c.       Pendekatan Sosiopsikologis
Pengarang menggambarkan kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, suka bergotong royong, dan tolong menolong sesuai dengan penciptaan novel ini. Terbukti ketika Midun akan mengirik sawah. Banyak masyarakat dengan suka cita membantu keluarga Midun. Hal ini disebabkan karena peragai Midun yang baik kepada siapapun. Seperti dalam yang tercantum dalam kutipan, (Sudah umum pada orang kampung itu, manakala ada pekerjaan berat suka bertolong-tolongan. Pekerjaan yang dilakukan bukan dengan upah hampir tidak ada… diseluruh tanah Minangkabu… suka bertolong-tolongan itu. Misalnya dalam hal sawah, mendirikan rumah dan pkerjaan lain. SMN, 2010: 26).
  Roman ini dibuat tahun 1928 yang kehidupan dikuasai oleh penjajah. Masyarakat dalam cerita merupakan masyarakat yang taat beragama. Mereka berpenghasilan sebagai pedagang. Kesuburan dan hasil panen yang melimpah, menjelaskan bahwa masyarakat hidup berkecukupan.
Pada masa itu, para pemuda Indonesia sedang semamgat untuk melawan penjajahan. Hal tersebut digambarkan jelas melalui tokoh Midun. Pengarang telah bergelut pada masa itu, sehingga novel ini sarat akan makna kehidupan. Pengarang tidak setuju dengan penjajahan dan kekuasaan memerintah.
Jiwa pengarang pada masa itu adalah semangat yang berkobar. Adanya pembeda antara penjabat dan rakyat dalam hukum, sehingga menimbulkan kebencian dihati pengarang. Terbukti dari semua perlakuan Kacak dan keluarga tunku Laras terhadap Midun dan masyarakat di kampung. Tetapi, kenyataannya Midun menghadpi semua perlakuan tersebut dengan sabar dan tabah.
d.      Pendekatan Didaktis
Banyak nilai yang terkandung dalam novel ini yang dapat kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi agama, novel ini sangat sarat dengan nilai keagamaan. Hal tersebut tergambar pada Midun, tokoh utama dalam cerita. Dia adalah seorang yang taat dalam beribadah, pintar mengaji dan selalu mengamalkan ilmu keagamaanya. Dalam segi pendidikan, novel inni mengajarkan agar senaantiasa belajar dalam segala hal yang bersifat positif, karena akan berguna dimasa depan. Seperti Midun yang selalu mempelajari apa yang dia tidak bisa. Seperti mengaji, bersilat, berdagang dan baca tulis.
Pengarang juga mengajarkan agar senantiasa mensyukuri apa yang kita miliki dan menjalani semua cobaan dengan sabar dan ikhlas, karena kelak dibalik semua kesengsaraan itu ada kenikmatan yang menunggu. Intinya adalah novel ini sarat akan nilai-nilai rohani, nilai kehidupan, pendidikan, kinestetika dan nilai-nilai yang dapat kita contoh dalam kehidupan sehari-hari.

C.    Aliran- aliran
a.      Realisme
Adapun aliran  realisme dalam roman ini yaitu :
Seorang pemuda yang bernama Midun yang dimusuhi Kacak (seorang kemenakan tuanku Laras). Kacak yang syirik dan benci kepada Midun, selalu mencari cara untuk mengusik Midun. Kacak begitu iri dan dengki pada Midun. Kacak sangat benci pada Midun. Sering dia mencari kesempatan untuk bisa mencelakakan Midun, namun tidak pernah berhasil. Dia sering mencari gara-gara agar Midun marah padanya, namun Midun tak pernah mau menanggapinya. Midun selalu menghindar ketika diajak Kacak untuk berkelahi. Midun bukan takut kalah dalam berkelahi dengan Kacak, karena dia tidak senang berkelahi saja. Ilmu silat yang dia miliki dari hasil belajarnya pada Haji Abbas bukan untuk dipergunakan berkelahi dan mencari musuh tapi untuk membela diri dan mencari teman. Namun hingga akhirnya, karena suatu perkelahiaan yang dikepalai oleh kacak, Midun dipenjara di Padang.Dari sanalah nanti Midun berjumpa dengan tambatan hatinya yaitu Halimah. Demi menolong Halimah kabur dari cengkraman ayah tirinya, Midun membawa halimah lari ke tanah Jawa. Disana, Midun bergelut dengan nasib dan mencari pekerjaan. Perjalanan Midun di tanah Jawa, tidak pernah lepas dengan cobaan hidup yang tak usai.

b.      Idealisme
Adapun aliran idealisme dalam roman ini yaitu :
perjuangan seorang pemuda dalam menghadapi segala cobaan, pemuda itu tak pantang menyerah dan tak pernah putus asa Karena ia percaya bahwa jika selalu berusaha dan berdoa, pasti ad hikmah dan jalan keluarnya.hingga menuju sebuah kenikmatan hidup. Pemuda tersebut bernama Midun, seorang yang gagah berani, tampan, berbudi pekerti luhur, taat beribadah, dan sopan tingkah lakunya.
















5 opmerkings:

  1. Kaka Makasih ya..Blognya bagus....semoga panjang umur dan selalu menjadi orang yang berguna bagi orang lain....Makasih

    AntwoordVee uit
  2. thanks ya sangat membantuuuuu bangetttttttttttttt :)

    AntwoordVee uit
  3. wahh kak makasih banget..tugas aku jadi selesai :)

    AntwoordVee uit