IDENTITAS ROMAN
Judul : Sengsara Membawa Nikmat
Pengarang : Tulis Sutan Sati
Penerbit : Balai Pustaka
Cetakan : 1929
Tebal Buku : 192 Halaman
Pengarang : Tulis Sutan Sati
Penerbit : Balai Pustaka
Cetakan : 1929
Tebal Buku : 192 Halaman
A.
UNSUR – UNSUR
Unsur Intrinsik
a.
Tema
Perjuangan,
Dilihat dari judul roman
“Sengsara Membawa Nikmat” sudah terlihat bahwa tema yang terkandung dalam roman
tersebut adalah Perjuangan seorang tokoh bernama Midun yang berasal dari
keluarga sederhana di kampung Minangkabau untuk merubah nasibnya yang penuh
dengan kesengsaraan, hingga akhirnya sebuah kenikmatan didapatkannya.
b.
Karakter dan Penokohan
·
Midun : Tokoh Protagonis; disukai orang banyak, budi
pekertinya baik, santun, gagah berani, alim, penyayang.
Seperti yang tercantum
dalam kutipan (Memang Midun seorang muda yang sangat digemari orang di
kampungnya. Budi pekertinya amat baik, tertib sopan santun kepada siapa jua
pun. Tertawanya manis, sedap didengar; tutur katanya lemah lembut. Ia gagah
berani lagi baik hati, penyayang dan pengasih….. SMN, 2010: 4).
·
Kacak : Tokoh Antagonis; Tinggi hati, sombong, busuk hati,
tidak disukai orang, dan suka berkata kasar kepada orang.
Seperti yang tercantum
dalam kutipan (…..karena bersesuaian dengan tingkah lakunya. Ia tinggi
hati, sombong, dan congkak. Matanya juling, kemerah-merahan warnanya. Alisnya
terjorok ke muka, hidungnya panjang dan bungkuk. Hal ini sudah menyatakan,
bahwa ia seorang yang busuk hati. Di kampung ia sangat dibenci orang, karena
sangat angkuhnya….. SMN, 2010: 5)
·
Halimah : Cantik, budi pekertinya baik, sederhana, dan manis
dipandang mata.
Seperti yang tercantum
dalam kutipan (…..”Sungguh cantik gadis ini, tidak ada cacat celanya.
Hati siapa yang tidak gila, iman yang takkan bergoyang memandang yang seelok
ini. Tingkah lakunya pun bersamaan pula dengan rupannya. Kulitnya kuning
langsat, perawakannya sederhana”….. SMN, 2010: 144)
·
Pak Midun : Berbudi pekerti baik, arif
Seperti yang tercantum
dalam kutipan (…..karena pak Midun seorang yang tahu dan arif, tiadalah
ditinggalkannya syarat-syarat aturan berguru…. SMN, 2010: 16), Penyayang
kepada anak-anaknya, seperti yang tercantu dalam kutipan (….Demikianlah
hal pak Midun habis hari berganti pecan, habis pecan berganti bulan. Ia selalu
bercintakan Midun, sedikit pun tidak hendak luput dari pikirannya… SMN, 2010:
167).
·
Haji Abbas : budi pekertinya baik, berilmu, dan seorang ulama
besar.
Seperti yang tercantum
dalam kutipan (….. Haji Abbas adalah seorang ulama besar. Memang
menjadi sifat pada haji Abbas, jika menuntut sesuatu ilmu berpantang patah di
tengah. …….Haji Abbas adalah seorang tua, yang lubuk akal gudang bicara, laut
pikiran tambunan budi, maka ia pun dimalui dan ditakuti orang di kampung. SMN,
2010: 18).
·
Tokoh Tambahan : Maun, Kadirun, Ibu Juriah, Juriah, Kemenakan
tuanku Laras, Pendekar Sutan, Pak Inuh, Lenggang, Jenang, Sapir, dll.
c.
Setting/Latar
·
Tempat : Cerita berlangsung
di Minangkabau, Bukitinggi, Padang, Tanah Jawa. Seperti yang tercantum dalam
kutipan sebagai berikut
o
(….. Sesudah makan-minum, maka diketengahkannyalah oleh Pak
Midun syarat-syarat berguru ilmu silat, sebagaimana yang sudah dilazimkan orang
di Minangkabau. SMN, 2010: 16).
o
Bukittinggi, seperti yang tercantum dalam kutipan (Sebulan
lagi ada pacuan kuda dan pasar malam di Bukittinggi. SMN, 2010: 59.
o
Padang, seperti yang tercantum dalam kutipan (Setlah
Midun keluar dari kantor Landraad, diceritakannyalah kepada ketiga bapaknya,
bahwa Ia dihukum ke Padang lamanya empat bulan. SMN, 2010: 81).
o
Tanah Jawa-Bogor seperti yang tercantum dalam kutipan (…Sudah
padat hatinya hendak mengantarkan Halimah ke Bogor. SMN, 2010: 122).
·
Waktu : Waktu Asar,
Seperti yang tercantum
dalam kutipan (Waktu asar sudah tiba. SMN, 2010: 1) Hari ahad
pagi-pagi, seperti yang tercantum dalam kutipan (Hari ahad pagi-pagi,
Midun sudah memikul tongkat pengirik padi ke sawah. SMN, 2010: 27) Malam
hari, seperti yang tercantum dalam kutipan (Sekali peristiwa pada suatu
petang Midun pergi ke sungai hendak mandi. SMN, 2010: 43.
·
Suasana :
o
Tegang, Takut, Seperti yang tercantum dalam kutipan (Amboi,
bunyi yang kami takutkan itu, kiranya “Cempedak hutan” yang baru jatuh….,
mereka itu berjeritan dan bersiap hendak lari, tetapi kaki mereka itu tak dapat
lagi diangkatnya, sebab sudah kaku karena ketakutan. SMN, 2010: 11).
o
Sedih, seperti yang tercantum dalam kutipan (….Permintaan
itu dikabulkan oleh mereka itu. Pak Midun berkatabdengan air mata
berlinang-linang, katanya, “baik-baik engkau di negeri orang, Midun! SMN, 2010:
81).
o
Bahagia, seperti yang tercantum dalam kutipan (Mendengar
perkataan itu hampir tidak dapat Midun menjawab, karena sangat girang hatinya
mendengar kabar itu. SMN, 2010: 117).
d.
Alur/Plot
Alur
yang terdapat dalam roman “Sengsara Membawa Nikmat” menggunakan alur maju.
Adapun bagian-bagian alur yaitu sebagai
berikut:
·
Pengenalan situasi : Seorang muda bernama Midun dalam menjalani
hidupnya penuh dengan cobaan hidup yang bertubi-tubi. Midun adalah muda yang
dibanggakan oleh keluarganya dan warga-warga di kampung karena tabiatnya yang
baik, santun, dan alim. Namun, ada seorang pemuda yang sangat sombong dan
membencinya, ia bernama Kacak.
·
Pengungkapan Peristiwa : Kebencian Kacak terhadap Midun semenjak
berdua belas di masjid karena orang kampung meletakkan hidangan yang
betimbun-timbun di hadapan Midun dan Maun. Sedangkan kepada Kacak hanya seberapa,
tak cukup sepertiga dari hidangan yang diletakkan dihadapan Midun. Kacak
mencoba menjerumuskan Midun ke penjara dengan segala cara yang dihalalkannya.
Seperti pada saat permainan sepak raga di Pasar, karena Kacak
tersungkur/terjatuh pada saat permainan itu. Hal tersebut membuat Kacak malu
dan amat marah kepada Midun. Hingga akhirnya mereka berkelahi dan membuat Midun
dihukum oleh tuanku Laras selama beberapa hari.
·
Menuju Adanya Konflik : Kebencian Kacak kepada Midun tidak
pernah usai. Kacak kembali lagi menyusun rencana untuk Midun agar Midun dihukum
lebih berat dan lenyap dari kampung. Di Pasar malam terjadi perkelahian besar
antara anak buah Kacak dengn Midun. Kacak mencoba untuk mencelakakan Midun,
dengan memfitnahnya. Pada akhirnya, Midun dipenjara di Padang selama 4 bulan.
·
Puncak Konflik : Pertemuan Midun dengan Halimah di taman, pada
waktu hari terakhir Midun melakukan kegiatan kerja bakti di Penjara. Setelah
Midun bebas, Midun menyelamatkan Halimah agar terbebas dari ayah tirinya yang
ingin menikahinya. Mereka pergi ke tanah Jawa, tepatnya di Bogor, di rumah ayah
kandung Halimah. Disana Midun bekerja keras dan mencari pekerjaan. Awalnya
Midun mengikuti saudagar kaya yang menjual kain, Midun ikut bekerja denganya.
Namun, Midun tertipu oleh saudagar tersebut, hingga akhirnya Midun difitnah
oleh saudagar tersebut dan Midun dimasukkan penjara.
·
Penyelesaian : Setelah Midun bebas dari penjara, Midun
mendapatkan pekerjaan yang layak yaitu sebagai menteri polisi di Tanjung Priok
karena kebaikannya. Midun menikah dengan Halimah dan memiliki anak laki-laki.
Pada akhirnya, Midun kembali ke kampungnya dan hidp bahagia bersama
keluarganya. Di kampung, Midun diangkat sebagai penghulu, bergelar Datuk Paduka
Raja. Kacak pun di penjara karena menggelapkan uang belasting.
e.
Sudut Pandang
Sudut pandang
pengarang dalam roman “Sengsara Membawa Nikmat” menggunakan sudut pandang
pengarang sebagai orang ketiga serba tahu yaitu dengan menggunakan kata “Dia,
Ia dan Nama Orang”, misalnya Midun, Maun, Pak Midun, Halimah, dll. Seperti
dalam kutipan (Memang Midun seorang muda yang sangat digemari orang di
kampungnya. SMN, 2010: 4), (Ia tinggi hati, sombong, dan
congkak…. Adat sopan santun sedikit pun tak ada pada Kacak. SMN,
2010: 5).
f.
Gaya Bahasa
Pengarang dalam mengungkapkan
gagasannya menggunakan gaya bahasa yang indah namun sederhana, dan ada beberapa
gagasan yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah Minangkabau dan
beberapa kalimat yang bermajas serta peribahasa. Walaupun pengarang menggunakan
bahasa asing, namun terdapat makna dari kata asing tersebut. Seperti dalam
kutipan sebagai berikut;
·
Dengan menggunakan kata asing/bahasa lain (…. Dengan
tidak menanti anak raga SMN, 2010: 7) artinya menyepak raga yang
menyambug sesudah jatuh. (…Ia telah menjadi guru tua. SMN, 2010: 3) artinya
pembantu.
·
Dengan mengunakan bahasa Minangkabau (Amboi, bunyi yang
kami takutkan itu, kiranya “Cempedak hutan” yang baru jatuh…., SMN, 2010: 11).
(…. Sehari-harian itu Midun bekerja paksa. Tak sedikit jua ia berhenti
melepaskan lelah….. seakan-akan orang ia kerja paksa seharian itu. SMN, 2010:
97).
·
Gagasan yang bermajas. Majas Hiperbola (….Bertimbun-timbun,
hingga hampir sama dengan duduk kita. SMN, 2010: 3), Majas
Metafora ( karena itu, tua muda, kecil besar di kampung. SMN, 2010: 4),
Majas Personifikasi (Sudah hampir terbenam matahari gila membual juga.
SMN, 2010: 6).
·
Peribahasa ( belajar sampai ke pulau, berjalan sampai ke
batas. SMN, 2010: 17), Ilmu padi kian berisi, kian merunduk. SMN, 2010: 23).
g.
Pesan/Amanat
Pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang terlihat jelas dari judul roman tersebut
yaitu “Sengsara Membawa Nikmat”,. Bahwa, dalam mengarungi sebuah kehidupan ada
kalanya kita hidup tidak lepas dari ujian, cobaan dari Allah SWT.
Sebaiknya, ketika kita mendapatkan ujian atau cobaan kehidupan, kita harus
bersabar dan menerimanya dengan ikhlas, karena nikmat kehidupan pasti akan kita
dapatkan nantinya. Dan, janganlah kita menjadi orang yang sombong, angkuh dan
suka berkuasa. Karena, kita pasti akan dibenci dan dijauhi orang. Berlatihlah
hidup sabar dan menerima apa adanya, serta berjuanglah dan bekerja keras untuk
mencapai kenikmatan hidup. Hingga akhirnya, kita dijauhkan dari kesengaraan
hidup.
B.
Pendekatan
a.
Pendekatan Analitis
Dalam roman “Sengsara Membawa Nikmat”, terdapat beberapa unsur
seperti unsur bentuk dan isi, juga unsur fakta, sarana cerita, dan tema cerita
(Stanto 1965).
Unsur fakta dalam novel ini meliputi alur, tokoh dan
latar. Alur ceritanya terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap awal saat pengarang
memperkenalkan tokoh Midun sebagai utama, tokoh protagonis sedangkan Kacak
sebagai tokoh antagonis dan kondisi lingkungan pada masa itu. Tahap kedua
adalah pada saat Midun mulai diusik ketenangnnya oleh Kacak hingga
mengakibatkan dia dipenjara di Padang dan dari sanalah Midun akan bertemu
dengan Halimah. Halimah adalah gadis yang diselamatkan Midun. Tahap akhir
adalah peleraian, saat dimana Midun akhirnya dapat hidup tenang dengan istrinya
yaitu halimah dan seorang anaknya. Ia juga memperoleh pekerjaan yang baiik dari
hasil jerih payahnya.
Dalam roman ini, terdapat banyak tokoh yang dibuat pengarang
dengan berbagai karakter. Midun adalah tokoh utama, ia digambarkan sebagai
seorang yang gagah, tampan, berperilaku baik dan sopan. Seperti dalam kutipan,(Midun
ialah seorang muda yang baru berumur lebih kurang dari 20 tahun. Ia telah
menjadi guru tua di surau. Pakaiannya yang bersih dan badannya ynag kuat,
bagus, dan sehat. SMN, 2010: 3), sedangkan Kacak adalah tokoh antagonis
yang benci kepada Midun. Ia digambarkan sebagai seorang yang angkuh dan
sombong, kaya, berwatak buruk serta dibenci oleh masyarakat di kampungnya.
Seperti yang tercantum dalam kutipan, (…Sudah padan benar nama itu
dilekatkan kepadanya, karena bersesuaian dengan tingkah lakunya. Ia tinggi
hati, sombong, dan congkak. Matanya juling, kemerah-merahan warnanya. Alisnya
terjorok kemuka, hidungnya panjang dan bungkuk. Hal itu sudah menyatakan, bahwa
ia seorang yang busuk hati. Di kampung itu ia sangat dibenci orang, karena
sangat angkuhnya. Perkataanya kasar, selalu menyakitkan hati. Adapt sopan
santun sedikit tak ada pada Kacak. SMN, 2010: 5).
Selain itu ada tokoh-tokoh lain seperti keluarga Midun di
Minangkabau, pak Midun, ibu Juriah, maun, Kadirun, dan teman-teman Midun di
Kampung, Haji Abbas, pendekar sutan, istri Kacak, tuanku Laras, Lenggang,
Turigi dan teman-teman Midun di Penjara Padang, Halimah.
b.
Pendekatan Historis
Tulis Sutan Sati lahir pada tahun 1898. Dia hidup pada zaman
penjajahan Jepang dan Belanda. Pada tahun 1928, pengarang melahirkan sebuah
novel yang berjudul“sengsara Membawa Nikmat”. Dari novel terssebut pengarang
melukiskan/menggambarkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada saat dijajah
Jepang dan Belanda tidak jauh berbeda. Ternyata kehidupan masyarakat
Minangkabau pada zaman dahulu penuh dengan penderitaan. Masyarakat yang
mendapat hukuman karena kesalahan yang tidak tentu dilakukan oleh masyarakat
tersebut, dipaksa bekerja keras, kerja paksa (Rodi). Seperti dalam
kutipan (…..mengirik ke sawah istri Kacak itu, adalah pada pikirannya
sebagai menjalankan kerja rodi… SMN, 2010: 29). (…. Sehari-hari itu
Midun bekerja paksa. Tak sedikit jua ia dapat berhenti melepaskan lelah.. SMN,
2010: 97. (….seakan-akan orang ia kerja paksa seharian itu. SMN, 2010: 97).Selain
itu pengarang ingin menunjukkan bahwa nasib seseorang bisa berubah, jika
seseorang gtersebut berusaha, sabar dan berdoa, walaupun seseorang tersebut
dari kalangan bawah, yang tidak berpendidikan dan berasal dari kalangan yang
tidak mampu. Seseorang tersebut dapat berpeluang menjadi orang yang sukses
diemudian hari asal seseorang tersebut mau bekerj keras dan berusaha mengubah
nasib hidupnya. Seperti dalam kutipan (…saya sudah berjanji dengan diri
saya, dikalau saya lepas dari hukuman, akan tinggal mencari penghidupan di
Padang. Kalau tak dapat di Padang, dimanapun jua, asal dapat mencari rizki
untuk sesuap pagi dan sesuap petang… SMN, 2010: 127).
c.
Pendekatan Sosiopsikologis
Pengarang
menggambarkan kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, suka bergotong royong,
dan tolong menolong sesuai dengan penciptaan novel ini. Terbukti ketika Midun
akan mengirik sawah. Banyak masyarakat dengan suka cita membantu keluarga
Midun. Hal ini disebabkan karena peragai Midun yang baik kepada siapapun.
Seperti dalam yang tercantum dalam kutipan, (Sudah umum pada orang
kampung itu, manakala ada pekerjaan berat suka bertolong-tolongan. Pekerjaan
yang dilakukan bukan dengan upah hampir tidak ada… diseluruh tanah Minangkabu…
suka bertolong-tolongan itu. Misalnya dalam hal sawah, mendirikan rumah dan
pkerjaan lain. SMN, 2010: 26).
Roman ini dibuat tahun 1928 yang kehidupan dikuasai
oleh penjajah. Masyarakat dalam cerita merupakan masyarakat yang taat beragama.
Mereka berpenghasilan sebagai pedagang. Kesuburan dan hasil panen yang
melimpah, menjelaskan bahwa masyarakat hidup berkecukupan.
Pada masa itu, para pemuda Indonesia sedang semamgat untuk
melawan penjajahan. Hal tersebut digambarkan jelas melalui tokoh Midun.
Pengarang telah bergelut pada masa itu, sehingga novel ini sarat akan makna
kehidupan. Pengarang tidak setuju dengan penjajahan dan kekuasaan memerintah.
Jiwa pengarang pada masa itu adalah semangat yang berkobar.
Adanya pembeda antara penjabat dan rakyat dalam hukum, sehingga menimbulkan
kebencian dihati pengarang. Terbukti dari semua perlakuan Kacak dan keluarga
tunku Laras terhadap Midun dan masyarakat di kampung. Tetapi, kenyataannya
Midun menghadpi semua perlakuan tersebut dengan sabar dan tabah.
d.
Pendekatan Didaktis
Banyak nilai yang terkandung dalam novel ini yang dapat kita
pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi agama, novel ini sangat sarat
dengan nilai keagamaan. Hal tersebut tergambar pada Midun, tokoh utama dalam
cerita. Dia adalah seorang yang taat dalam beribadah, pintar mengaji dan selalu
mengamalkan ilmu keagamaanya. Dalam segi pendidikan, novel inni mengajarkan
agar senaantiasa belajar dalam segala hal yang bersifat positif, karena akan
berguna dimasa depan. Seperti Midun yang selalu mempelajari apa yang dia tidak
bisa. Seperti mengaji, bersilat, berdagang dan baca tulis.
Pengarang juga mengajarkan agar senantiasa mensyukuri apa yang
kita miliki dan menjalani semua cobaan dengan sabar dan ikhlas, karena kelak
dibalik semua kesengsaraan itu ada kenikmatan yang menunggu. Intinya adalah
novel ini sarat akan nilai-nilai rohani, nilai kehidupan, pendidikan,
kinestetika dan nilai-nilai yang dapat kita contoh dalam kehidupan sehari-hari.
C.
Aliran- aliran
a.
Realisme
Adapun
aliran realisme dalam roman ini yaitu :
Seorang pemuda yang bernama Midun yang dimusuhi Kacak (seorang
kemenakan tuanku Laras). Kacak yang syirik dan benci kepada Midun, selalu
mencari cara untuk mengusik Midun. Kacak begitu iri dan
dengki pada Midun. Kacak sangat benci pada Midun. Sering dia mencari kesempatan
untuk bisa mencelakakan Midun, namun tidak pernah berhasil. Dia sering mencari
gara-gara agar Midun marah padanya, namun Midun tak pernah mau menanggapinya.
Midun selalu menghindar ketika diajak Kacak untuk berkelahi. Midun bukan takut
kalah dalam berkelahi dengan Kacak, karena dia tidak senang berkelahi saja.
Ilmu silat yang dia miliki dari hasil belajarnya pada Haji Abbas bukan untuk
dipergunakan berkelahi dan mencari musuh tapi untuk membela diri dan mencari
teman. Namun hingga akhirnya, karena suatu perkelahiaan yang dikepalai oleh
kacak, Midun dipenjara di Padang.Dari sanalah nanti Midun berjumpa dengan
tambatan hatinya yaitu Halimah. Demi menolong Halimah kabur dari cengkraman
ayah tirinya, Midun membawa halimah lari ke tanah Jawa. Disana, Midun bergelut
dengan nasib dan mencari pekerjaan. Perjalanan Midun di tanah Jawa, tidak
pernah lepas dengan cobaan hidup yang tak usai.
b.
Idealisme
Adapun
aliran idealisme dalam roman ini yaitu :
perjuangan seorang pemuda dalam menghadapi segala cobaan, pemuda
itu tak pantang menyerah dan tak pernah putus asa Karena ia percaya bahwa jika
selalu berusaha dan berdoa, pasti ad hikmah dan jalan keluarnya.hingga menuju
sebuah kenikmatan hidup. Pemuda tersebut bernama Midun, seorang yang gagah
berani, tampan, berbudi pekerti luhur, taat beribadah, dan sopan tingkah
lakunya.
Kaka Makasih ya..Blognya bagus....semoga panjang umur dan selalu menjadi orang yang berguna bagi orang lain....Makasih
AntwoordVee uitkeren keren ini membantu saya
AntwoordVee uit:)
keren keren ini membantu saya
AntwoordVee uit:)
thanks ya sangat membantuuuuu bangetttttttttttttt :)
AntwoordVee uitwahh kak makasih banget..tugas aku jadi selesai :)
AntwoordVee uit